POKOK-POKOK PIKIRAN

Jantung bab ini adalah pembahasan prinsip-prinsip dasar interaksi simbolis. Sekalipun kita menjelaskan teori ini dalam pengertian umum, namun ini tidak akan mudah dilakukan.
Beberapa penganut interaksionisme Simbolis ( Blumer, 1969; Manis dan Meltze, 1978; A. Rose; 1962; Snow, 2001 ) mencoba mengemukakan prinsip-prinsip dasar teori ini. Prinsip-antara lain:
1. Tidak seperti binatang yang lebih rendah, manusia memeilki keunggulan yaitu punya kemampuan untuk berfikir.
2. Melalui interaksi sosial kemampuan manusi untuk berfikir itu terbentuk.
3. Kenyataan atas simbol dan makna dalam interaksi social menuntut manusia untuk belajar dan menggunakan anugerah pikiran.
4. Respon, tindakan dan interaksi menuntut manusia dalam makna dan simbol.
5. Tafsir terhadap situasi social dalam simbol dan makna yang manusia gunakan dimodifikasi ataupun diubah.
6. Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini, sebagian karena kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan diri mereka sendiri. Yang memungkinkan mereka memikirkan tindakan yang mungkin dilakukan, menjajaki keunggulan dan kelemahan relative mereka, dan selanjutnya memilih.
7. Jalinan pola tindakan dengan interksi ini kemudian menciptakan kelompok dan masyarakat.


KEMAMPUAN BERFIKIR

Bihaviorisme yang menjadi akar dibedakan dengan interaksionisme simbolik berangkat dari asumsi bahwa manusia memilki kemampuan berfikir. Asumsi ini menjadi basis bagi seluruh orientasi teoritis interaksionisme simbolis. Bernard Meltzer, James Petras, dan Larry Reynolds menyatakan bahwa asumsi dasar atas kemampuan berpikir manusia adalah salah salah satu sumbangsih atas interaksionisme simbolis awal seperti James, Dewe, Thomas, Cooley, dan tentu saja, Mead. Menurut Mead ; “Individu dalam masyarakat tidak dipandanng sebagai unit-unit yang dimotifasi oleh kekuatan eksternal atau internal yang tidak dapat mereka kendalikan, atau dalam batas-batas struktur yang kurang bersifat tetap. Namun, mereka mereka dipandang sebagai unit-unit yang reflektif atau yang berinteraksi, yang merupakan entitas sosial” ( 1975: 42 ).
Kemampuan berpikir melekat dalam pikiran, namun penganut interaksionisme simbolik memiliki konsepsi pemikiran yang tidak lazim, yaitu memandang pikiran muncul dalam sosialisasi kesadaran. Mereka membedakanya dengan otak fisiologis. Orang harus memilki otak dalam mengembangkan pikiran, namun otak tidak serta-merta memunculkan atau menghasilkan pikiran, sebagai mana terlihat pada binatang yang lebih rendah, yang notabenya juga memiliki otak secara fisiologis (Throyer, 1964). Penganut interaksionisme simbolik pun tidak memahami pikiran sebagai benda, struktur fisik, namun sebagai proses yang berlangsung secara terus menerus. Ini adalah proses yang yang merupakan bagian dari proses stimulus dan respon yang lebih besar. Pikiran hampir seluruhnya terkait dengan setiap aspek lain IS, termasuk sosialisasi, makna, simbol, diri, interaksi dan bahkan masyarakat.


BERPIKIR DAN INTERAKSI

Orang hanya memiliki kemampuan berpikir secara umum. Kapasitas ini harus dibentuk dan dipoles dalam proses interaksi sosial. Pandangan semacam itu menyebabkan interaksionisme simbolik memusatkan perhatian pada bentuk interaksi sosial spesifik. Kemampuan berpikir manusia berkembang pada awal sosialisasi masa kanak-kanak dan mengalami penyempurnaan sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan hidup manusia tersebut. Interaksionisme simbolik memilki pandangan terhadap proses sosialisasi yang berbeda dengan kebayakan sosiolog lain. Bagi interaksionisme simbolik sosiologi kontroversial lebih cenderung melihat sosialisasi hanya sekedar sebagai proses mempelajari berbagai hal yang dibutuhkan seseorang untuk bertahan hidup ditengah-tengah masyarakat (seperti misalnya, kebudayaan dan ekspektasi peran sosial). Bagi Interaksionisme simbolik, sosialisai adalah proses dinamis yang memungkinkan orang mengembangkan kemampuan pikiran, dan tumbuh secara manusiawi. Lebih jauh lagi, sosialisasi tidak hanya sekedar satu arah dimana aktor hanya menerima informasi, namun satu proses dinamis dimana aktor membangun dan memanfaatkan informasi untuk memenuhi kebutuhanya sendiri (Manis dan Melltzer, 1978: 6).
Tentu saja, interaksionisme simbolik tidak hanya tertarik pada sosialisasi namun juga pola interaksi secara umum. Interaksi adalah proses ketika kemampuan berpikir dikembangkan dan diekspresikan. Semua jenis interaksi, tidak hanya pada saat proses sosialisasi, menambah kemampuan berpikir kita. Di luar itu, berpikir juga membangun proses interaksi. Pada sebagian besar interaksi, aktor harus mempertimbangkan orang lain untuk memutuskan ya atau tidak dan bagaimana menyesuaikan aktivitasnya dengan aktivitas orang lain. Namun tidak semua proses interaksi membutuhkan aktifitas berpikir. Pembedaan yang dilakukan Blummer antara dua bentuk interaksi sosial relevan dalam pokok pembahasn ini. Yang pertama, yaitu interaksi nonsimbolis –gagasan Mead tentang perbincangan gesture- tidak melibatkan proses berpikir. Yang kedua, interaksi simbolis, membutuhkan proses mental.
Ari penting berpikir bagi interaksionisme simbolik direfleksikan dalam pandangan mereka tentang objek. Blummer membedakan tiga jenis objek menjadi :
1. Objek Fisik, seperti kursi, bangunan atau pohon.
2. Objek Sosial, seperti ayah, ibu, mahasiswa, bahkan wanta cantik.
3. Onjek Abstrak, seperti pikiran, ide, gagasan dan moral.

Objek hanya dipandang sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata. Yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana itu semua didefinisikan oleh aktor. Proses pendefinisian oleh aktor menibulkan pandangan relatifistis bahwa objek berbeda memilki makna berbeda pula bagi orang yang berbeda. “sebatang pohon akan memilki makna berbeda bagi ahli botani, tukang kayu, penyair, dan bahkan pembuat taman rumah” (Blummer, 1969b: 11).
Individu-individu mempelajari makna-makna selama proses sosialisasi. Sebagian kita mempelajari seperangkat makna secara bersama, namun dalam kebanyakan kasus seperti dalam masalah kayu diatas, kita memilki definisi yang berbeda dalam satu objek yang sama. Walaupun dalam pandangan defisional ini dapat ditarik sampai ke ujung ekstrim, kalangan interaksionisme simbolik tidak perlu menafikkan keberbedaan dalam dunia nyata. Yang peril mereka lakukan adalah menunjukan sifat terpenting dalam definisi objek-objek tersebut serta kemungkinan bahwa aktorbisa saja memiliki definisi yang berbeda terhadap objek yang sama.


MEMPELAJARI MAKNA DAN SIMBOL

Interaksionisme simbolik, mengikuti Mead cenderung setuju pada signifikansi kasul interaksi sosial. Jadi, makna tidak tumbuh dari proses mental soliter namun dari interaksi. Focus ini berasal dari prgmatisme Mead, ia memusatkan pada perhatian pada tindakan dan interaksi manusia, bukan pada proses mental yang terisolasi. Diantaranya, pokok perhatian utamanya bukanlah pada bagaimana orang secara mental menciptakan makna dan simbol, namun bagaimana mereka mempelajarinya selama interaksi pada umunya dan khususnya selama sosialisasi.
Orang mempelajari makna sekaligus makna dalam interaksi sosial. Kendati merespon tanpa berpikir, orang merespon simbol melalui proses berpikir. Tanda memilki arti sendiri (misalnya gesture anjing yang marah atau air bagi orang yang sekarat karena kehausan). “Simbol adalah objek sosial yang digunakan untuk merepresentasikan apa-apa yang yang memang disepakati bisa direpresentasikan oleh simbol tersebut” ( Charon, 1998: 47). Tidak semua objek sosial mewakili sesuatu yang lain, sebaliknya, simbol justru sebaliknya. Kata-kata, artefak, dan tindakan fisik, misalnya kata perahu, salib atau bintang daud, dan jabat tangan erat, semua itu dapat menjadi simbol orang sering menggunakan simbol untuk mengartikan semua tentang diri mereka. Semisal mereka menggunakan mobil BMW atau merek mobil lainya, untuk mengkomunikasikan gaya hidup tertentu.
Interaksionisme simbolik memahami bahasa sebagai sistem simbol yang begitu luas. Kata-kata menjadi simbol karena mereka digunakan untuk memaknai berbagai hal. Kata-kata memungkinkan adanya simbol lain. Tindakan, objek, dan kata lain hadir dan memiliki makna yang hanya mereka telah dan dapat digambarkan melalui penggunaan kata-kata.
Simbol menduduki posisi krusial dalam membuka kemungkinan orang bertindak secara manusiawi. Karena simbol, manusia tidak dapat merespon secara pasif realitas yang datang padanya namun secara aktif menciptakan dan menciptakan kembali dunia tempat ia bertindak (Charon, 1998: 69). Selain manfaat umum ini, simbol pada umumnya dan bahasa pada khususnya memiliki sejumlah fungsi spesifik bagi aktor.
1. Simbol memungkinkan orng berhubungan dengan dunia materi dan dunia sosial kaerana dengan simbol mereka bisa memberi nama, membuat kategori, dan mengingat objek yang mereka temui. Dalam hal ini, orang mampu menata dunia yang jika tidak ditata, pasti akan sangat membingungkan. Bahasa memungkinkan orang memberi nama, membuat ktegori, dan khususnya mengingat secara efisien dari pada yang dapat mereka lakukan pada simbol lain, seperti citra pictorial.
2. Simbol meningkatkan kemampuan orang mempresepsikan lingkungan. Alih-alih dibanjiri oleh begitu banyak stimulus yang tidak dapat dipilah-pilah, aktor lebih mengetahui beberapa bagian lingkungan daripada yang lainya.
3. Simbol meningkatkan kemampuan berpikir. Meskipun seprangkat simbol piktorial memungkinkan kemapuan terbatas untuk berpikr, bahasalebih banyak berperan dalam meningkatkan kemampuan ini. Dalam hal ini berpikir dapat dipahami sebagi interaksi simbolis dengan diri sendiri.
4. Simbol meningkatkan kemampuan orang memecahkan masalah. Binatang yang lebih rendah harus menggunakan cara coba-coba, namun manusia dapat berpikir melalui berbagai tindakan alternative simbolis sebelum benar-benar melakukanya. Kemampuan ini mampu mengurangi peluang bagi kesalahan berat.
5. Penggunaan simbol memungkinkan aktor melampaui ruang, waktu, dan bahkan diri pribadi mereka sendiri. Melalui penggunaan simbol, aktor dapat membayangkan bagaimana rasanya hidup di massa lalu atau bagimana rasanya hidup di massa yang akan datang. Selain itu, aktor mampu melampaui diri mereka secara simbolis dan membayangkan seperti apa rasnya dunia dari sudut pandang orang lain. Ini adalah konsep interaksionisme simbolik yang paling terkenal, yaitu mengambil peran orang lain.
6. Simbol memungkinkan kita membayangkan realitas metafisis, seperti surga atau neraka.
7. Yang palinh umum, simbol memungkin orang menghindar dari perbudakan yang datang dari lingkungan mereka. Mereka bisa aktif ketimbang pasif yaitu mengendalikan sendiri apa yang mereka lakukan.


TINDAKAN DAN INTERAKSI

Pokok perhatian interaksionisme simbolik adalah dampak makna dan simbol pada tindakan dan interaksi manusia. Dalam hal ini ada gunanya mengguanakan gagasan Mead tentang perbedaan perilaku tertutup dengan perilaku terbuka. Perilaku tertutup adalah proses berpikir, yang melibatkan simbol dan makna. Perilaku terbuka adalah perilaku aktual yang dilakukan oleh aktor. Beberapa perilaku terbuka tidak melibatkan perilaku tertutup (misalnya perilaku habitual atau respon tanpa berpikir terhadap stimulus eksternal). Namun, kebanyakan tindakan manusia melibatkan kedua perilaku tersebut. Perliaku tertutup menjadi pokok perhatian penting Interaksionisme simbolik, sementara itu perilaku terbuka menjadi pokok perhatian terpenting para teoritis pertukaran atau behavioris tradisional pada umumnya.
Makna dan simbol memberi karakteristik khusus terhadap tindakan sosial (yang melibatkan aktor tunggal) dan interaksi sosial (yang melibatkan dua aktor atau lebih yang melakukan tindakan sosial secara timbale balik). Dengan kata lain, ketika melakukan suatu tindakan sosial, orang juga memperkirakan dampaknya pada aktor lain yang terlibat. Meski sering kali terlibat dalam perilaku habitual tanpa berpikir, orang memilki kapasitas untuk terlibat dalam tindakan sosial.
Dalam interaksi sosial, secara simbolis orang mengkomunikasikan makna kepada orang lain yang terlibat. Orang lain menafsirkan simbol-simbol tersebut dan mengarahkan respon tindakan berdasarkan penafsiran mereka. Dengan kata lain, dalam interaksi sosial, aktor terlibat dalam proses pengaruh-mempengaruhi. Crishtoper (2001) menamakan interaksi sosial dinamis ini dengan tarian yang melibatkan pasangan


MENETAPKAN PILIHAN

Sebagian karena kemampuan menciptakan makna dan simbol, tidak seperti binatang, orang dapat menetapkan pilihan tindakan yang akan mereka lakukan. Orang tidak perlu menerima makna dan simbol yang dipaksakan dari luar kepada mereka. Berdasarka tafsis mereka terhadap situasi tersebut, “manusia dapat menciptakan makna baru dan alur makna baru”(Manis dan Meltzer, 1978: 7). Jadi, bagi Interaksionisme simbolik, aktor sekuranng-kurangnya memilik otonomi. Mereka tidak sekedar dikekeng atau diarahkan. Mereka mampu menetapkan pilihan yang unik dan independen, selain itu mereka mampu mengembangkan kehidupan yang memiliki gaya unik (Perinbayanagan, 1985: 53).
W. I. Thomas dan Dhorroty Thomas berperan penting dalam menegaskan kapasitas kreatif ini dalam konsep Definisi situasi : “jika manusia mendefinisikan bahwa sejumlah situasi riil adanya, maka konsekuensi yang ditimbulkan pun bersifat riil” (Thomas dan Thomas, 1928: 572). Keduanya sadar sepenuhnya kalau sebagian definisi situasi kita diberikan oleh masyarakat. Sebenarnya, mereka menegaskan poin ini, debgab secara khusus mengidentifikakan keluarga dan komunitas sebagai sumber definisi sosial kita. Namun, pandangan mereka menjadi berbeda karena menitikberatkan kemungkinan adanya definisi situasi individual secara spontan, yang memungkinkan orang mengubah dan memodifikasi makna dan simbol.
Kemampuan aktor menciptakan perbedaan ini tercermin dalam esai Gary Fine dan Sheryl Kleinman (1983) yang lebih memperhatikan fenomena ”jaringan sosial”. Alih-alih melihat jaringan sosial sebagai struktur sosial dasar dan atau mengekang


KELOMPOK DAN MASYARAKAT

Secara umum interaksionisme simbolik bersikap sangat kritis terhadap kecenderungan sosiolog lain dalam dalam menfokuskan perhatianya pada stuktur makro. Seperti dikatakan Rock, “interaksionisme memandang sebagian besar pemikiran sosiologi makro sebagai metafisika yang tidak menentu dan terlalu ambisius….tidak diselami dengan telaah yang cermat (1979: 238). Dimitri Shallin menunjuk kepda “kritik interaksionis yang ditujukan kepada pandanngan klasik tentang tatanan sosial sebagai sesuatu yang bersifat eksternal, attemporal, bersifat pasti pada moment tertentu dan sulit diubah”(1986: 14). Rock pun mengatakan, “sementara interaksionisme simbolik tidak sepenuhnya menghindari gagasan struktur sosial, penekananya pada aktifitas dan proses justru menurunkan metafora pada tempat terendah”(1979: 50).

0 komentar:

Post a Comment

Followers

Lunax Free Premium Blogger™ template by Introblogger